Sederhananya, pengembalian atas kelebihan bayar pajak—yang biasa disebut ‘restitusi pajak (tax refund)’—terjadi apabila jumlah pajak yang telah dibayar (disebut ‘kredit pajak’) lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak lain.
Berapa Jumlah Yang Dapat Direstitusikan? Dari ketentuan ini, jika diformulasikan menjadi:
Jumlah Terbayar – Jumlah Terhutang = Bila plus, maka terjadi lebih bayar.
Misalnya: Total PPN atas dipungut atas penjualan barang (dalam negeri) PT. ABC dalam masa bulan Desember adalah sebesar Rp 10,000,000. Sementara di sisi lainnya PT. ABC, memeliki kredit pajak yang berupa faktur pajak masukan atas pembelian bahan baku sebesar Rp 15,000,000. Maka:
Rp 15,000,000 – Rp 10,000,000 = Rp 5,000,000.
Berarti ada kredit (atau kelebihan bayar) sebesar Rp 5, 000,000. Nah inilah jumlah yang bisa direstitusikan. Tentunya setelah kewajiban-kewajiban pajak lain juga telah dihitung. Untuk prosedur rincinya, silahkan terus dibaca hingga tulisan ini selesai.
Penyebab Terjadinya Lebih Bayar
Ada berbagai kemungkinan penyebab mengapa terjadi kelebihan pembayaran. Yang paling banyak direstitusikan biasanya PPN, dimana nilai Faktur Pajak Masukan (Kredit PPN) lebih besar dibandingkan Faktur Pajak Keluaran. Hal ini paling banyak dialami oleh perusahaan (wajib pajak) yang melakukan penjualan ekspor—PPN yang dibayarkan atas pembelian bahan baku bila dilawankan dengan PPN atas penjualan ekspor yang tariff-nya nol, maka hasilnya pasti kelebihan kredit pajak. Kelebihan kredit pajak ini bisa dimohonkan pengembalian (restitusi)-nya.
Bukan hanya dari PPN, lebih bayar atas jenis pajak apapun (termasuk PPh) bisa diminta kembali oleh wajib pajak (WP). Hanya saja, karena prosedur pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini cukup sulit dan memakan waktu, banyak wajib pajak yang memilih untuk mengakumulasikan kelebihan tersebut, menunggu hingga proses restitusi dianggap layak (baca: menguntungkan) untuk dilakukan.
Prosedur (Tata Cara) Pengembalian Atas Lebih Bayar Pajak
Menurut petunjuk resminya, tata cara (prosedur) pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak (restitusi pajak) adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
- Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
- Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN , maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut
- Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
- SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
Pengembalian Pendahuluan (Beserta Kriterianya)
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu’ dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
‘Wajib Pajak dengan kriteria tertentu’ yang dimaksudkan dalam hal ini adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan syarat sbb:
- SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir.
- Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Untuk SPT Masa yang terlambat tersebut harus telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.
- Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
- Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
- LaporanKeuangandiaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan:
- Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau pendapat Wajar Dengan Pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
- Laporan audit disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai wajib Pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir dengan syarat memenuhi kriteria yang saya disebutkan di atas, ditambah dengan syarat :
(a) dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
(b) Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
Ketentuan Waktu Untuk Restitusi Pajak
Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa SKPKB atau SKPLB atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Batas akhir pemeriksaan SPT Lebih Bayar tertunda bila terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Kemudian Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diperluas yaitu:
1.Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
2.Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
3.Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
4.Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Teori dan prosedur selalu terdengar lebih mudah dibandingkan implementasinya. Dan itu tidak bisa dihindari. Untuk itu, koordinasi antara Wajib pajak dengan Account Representative masing-masing, selalu diperlukan.