Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
Tujuan penilaian kembali :
Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya.
Manfaat :
(1) Neraca menunjukan posisi kekayaan yang wajar.
(2) Kenaikan niali aset tetap, mempunyai konsekuensi naiknya beban penyusutan aset tetap yang dibebankan ke dalam laba rugi, atau dibebankan ke harga pokok produksi.
Kendala
Kendala yang dihadapi untuk melakukan revaluasi ini :
Kegiatan revaluasi ini tergolong kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan dan memerlukan biaya yang besar untuk membayar jasa penilai.
Aset Tetap yang Dapat Dinilai Kembali
Aset tetap perusahaan yang dapat dinilai kembali adalah aset tetap berwujud yang terletak atau yang berada di Indonesia yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan ojek pajak.
Nilai Pasar atau Nilai Wajar
Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang ditetapkan oleh perusahaan jasa atau ahli penilai yang diakui/ memperoleh izin pemerintah.
Salah satu perbedaan pokok antara PSAK No. 16 (2007) tersebut dibandingkan dengan PSAK No. 16 (1994) adalah dalam hal pengukuran setelah pengakuan awal. Pada PSAK No.16 (2007) disebutkan bahwa suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansi suatu entitas dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Apabila entitas menggunakan model biaya maka setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Model biaya ini sama perlakuannya dengan standar akuntansi yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan pada model revaluasian, setelah diakui sebagai suatu aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi, dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Sedangkan dalam PSAK No.16 (1994) suatu entitas hanya diperkenankan menggunakan model biaya dan tidak diperkenankan menggunakan model revaluasian. Karena itu tidak ada uraian lebih lanjut mengenai revaluasi aset tetap. Namun demikian dalam PSAK 1994 terdapat pengecualian yaitu suatu entitas diperkenankan melakuan revaluasi atas aktiva tetap sepanjang revaluasi tersebut dilakukan dengan mengikuti peraturan pemerintah. Dalam hal ini peraturan pemerintah yang relevan adalah peraturan dibidang perpajakan. Kewajiban tersebut diantaranya adalah pengenaan pajak penghasilan final atas kenaikan aktiva tetap sebagai hasil revaluasi dan pencatatan atas hasil revaluasi yang dilakukan. Pengecualian ini dilakukan untuk mengakomodasi mekanisme pencatatan apabila suatu entitas melakukan revaluasi untuk tujuan perpajakan. Keputusan Menteri Keuangan No.486/KMK/.03/2002 mewajibkan bahwa atas kenaikan hasil revaluasi aset tetap dicatat dalam akun selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan. Oleh karena itu salah satu pertimbangan penting dalam melakukan revaluasi aset tetap berdasarkan PSAK 16 (1994) adalah bagaimana dampak perpajakannya.
Dengan mengadopsi model revaluasian sesuai PSAK 16 (2007) maka revaluasi aset tetap dalam rangka penyajian laporan keuangan tidak lagi harus mengikuti ketentuan perpajakan. Suatu entitas yang memilih model revaluasian mempunyai pilihan untuk melaporkan atau tidak atas hasil revaluasi untuk tujuan perpajakan. Apabila entitas bermaksud tidak melaporkan hasil revaluasian tersebut untuk tujuan perpajakan maka akan terjadi beda temporer antara laporan keuangan dengan laporan fiskalnya sehingga pengaruh pajak tangguhan atas revaluasi tersebut perlu dihitung.
Beberapa paragraf dalam PSAK 16 (2007) menjelaskan mengenai nilai wajar aset tetap pada saat revaluasian. Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi professional berdasarkan bukti pasar. Jika tidak ada nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas dapat menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan. Belum ada pedoman yang lebih lanjut mengenai bagaimana suatu entitas atau profesi penilai dalam menentukan nilai wajar. Bahkan dalam kasus penentuan nilai wajar pabrik dan peralatan PSAK cenderung menyerahkan kepada profesi penilai. Sehingga dikhawatirkan akan mengurangi reliabilitas laporan keuangan.
PSAK 16 (2007) menyebutkan bahwa frekuensi revaluasi tergantung kepada perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. Jika terjadi perbedaan nilai wajar secara material dari jumlah yang tercatat maka revaluasi selanjutnya perlu dilakukan. Beberapa aset tetap yang mengalami perubahan nilai wajar signifikan dan fluktuatif perlu dilakukan revaluasi setiap tahun. Sedangkan untuk perubahan nilai wajar yang tidak signifikan tidak perlu dilakukan revaluasi setiap tahun. Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.
Pengelompokan aset tetap merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan oleh entitas pada saat melakukan revaluasi aset tetap. PSAK 16 (2007) menyebutkan bahwa jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi.
Definisi suatu kelompok aset tetap menurut PSAK 16 (2007) adalah pengelompokan aset yang memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas. Contoh dari kelompok aset yang terpisah adalah: tanah, tanah dan bangunan, mesin, kapal, pesawat udara, kendaraan bermotor, perabotan, dan peralatan kantor. Oleh karena itu system informasi akuntansi suatu entitas perlu didisain sedemikian rupa sehingga mampu membuat kelompok-kelompok aset tetap sesuai dengan PSAK ini.
Aset-aset dalam suatu kelompok aset tetap harus direvaluasi secara bersamaan bertujuan untuk menghindari revaluasi aset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainya pada saat yang berbeda-beda. Namun, suatu kelompok aset dapat direvaluasi secara bergantian (rolling basis) sepanjang revaluasi dari kelompok aset tersebut dapat diselesaikan secara lengkap dalam waktu yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.
Pada saat dilakukan revaluasi, apabila jumlah tercatat aset meningkat maka kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun apabila sebelumnya pernah diakui penurunan nilai aset akibat revaluasi dalam laporan laba rugi, maka terhadap kenaikan aset tersebut harus diakui terlebih dahulu dalam laporan laba rugi sebesar nilai penurunan yang diakui sebelumnya. Sisa nilai setelah sebagian diakui dalam laporan laba rugi tersebut dicatat sebagai kenaikan yang langsung dikreditkan ke ekuitas. Pengaruh pajak tangguhan perlu dihitung dan disesuaikan dengan bagian yang diakui dalam laporan laba rugi tersebut.
Pada saat dilakukan revaluasi, apabila jumlah tercatat aset turun maka penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun apabila sebelumnya terhadap aset tersebut penah dilakukan revaluasi dan dicatat sebagai kenaikan yang langsung dikreditkan ke ekuitas maka terhadap penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebitkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi dengan catatan jumlah maksimal yang dapat didebet adalah sebesar saldo surplus revaluasi. Sisa nilai penurunan dibebankan ke laporan laba rugi.
Dampak atas pajak penghasilan, jika ada, terhadap kenaikan atau penurunan nilai aset akibat hasil revaluasi harus diperhitungkan dan dicatat sesuai dengan pencatat kenaikan atau penurunan revaluasi. Pajak tangguhan diperhitungkan dan dibebankan ke ekuitas atau laporan laba rugi mengikuti mekanisme pengakuan hasil revaluasi.
Pada saat aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi dapat diperlakukan dengan salah satu cara yaitu:
- disajikan kembali secara proporsional sehingga dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara memberikan indeks untuk menentukan biaya pengganti yang telah disusutkan.
- dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah dieliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.
Jumlah penyesuaian yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi akumulasi penyusutan tersebut membentuk bagian kenaikan atau penurunan nilai aset seperti yang dijelaskan dalam mekanisme pencatatan hasil revaluasi di ekuitas seperti yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya.
Pemindahan surplus revaluasi aset tetap ke laba ditahan yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dilakukan pada saat aset tetap tersebut dihentikan penggunaannya atau pada saat pelepasan. Namun, sebagian surplus revaluasi dipindahkan ke saldo laba sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas. Pemidahan tersebut dilakukan sebesar selisih jumlah penyusutan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasian dengan jumlah penyusutan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut. Namun pemindahan surplus revaluasi tersebut dilakukan langsung ke saldo laba, tidak melalui laporan laba rugi.
PENGAKUAN
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
- Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
- Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. Suku cadang utama, peralatan pemeliharaan, penggantian dan inspeksi dapat diakui sebagai aset tetap.Jika kriteria pengakuan terpenuhi, biaya tersebut diakui dan jumlah tercatat komponen yang diganti atau inspeksi terdahulu dihentikan pengakuannya.
PENGUKURAN
Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan aset tetap terdiri dari :
- Harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan lain;
- biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen
- Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul
- ketika aset tersebut diperoleh, atau
- karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
PENGUKURAN SETELAH PENGAKUAN AWAL
MODEL REVALUASI
- Nilai wajar pada saat revaluasi minus penyusutan dan rugi penurunan nilai kumulatif setelah revaluasi,
- Revaluasi harus dilakukan secara teratur untuk meyakinkan jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari nilai wajar,
- Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi,
- Kenaikan nilai akibat revaluasi diakui sebagai ekuitas dalam pos surplus revaluasi,
- Namun, jika sebelumnya telah terjadi penurunan nilai, maka kenaikan nilai berikutnya diakui dalam laporan laba rugi sampai sebesar penurunan nilai yang diakui sebelumnya,
- Penurunan nilai akibat revaluasi diakui sebagai rugi dalam laporan laba rugi,
PENYUSUTAN KUMULATIF dan PENURUNAN NILAI
- Model biaya: biaya perolehan minus penyusutan kumulatif dan penurunan nilai kumulatif
- Model revaluasi: nilai wajar minus penyusutan kumulatif dan rugi penurunan nilai kumulatif
- Perhatikan metoda biaya ataupun revaluasi.
- Kedua-duanya memperlakukan penyusutan dan rugi penurunan nilai aset setelah tanggal revaluasi sebagai pengurang.
CONTOH :
KENAIKAN NILAI DALAM MODEL REVALUASI.
Pada awal tahun buku 1 Januari 2011 PT Jambia, Tbk. merevaluasi aset tetapnya dalam kelompok mesin. Biaya perolehan awal Rp 50 juta dengan penyusutan kumulatif Rp 30 juta. Jadi, jumlah tercatat adalah Rp 20 juta. Saat dinilai appraisal Nilai wajar / pasar Rp 36 juta intinya naik Rp16 juta. Sisa umur manfaat 4 tahun. Nilai residu Rp 0. Metode penyusutan: garis lurus. Buatlah jurnal revaluasi. Demi kepraktisan, abaikanlah pajak tangguhan.
Jurnal:
Debit : Depresiasi kumulatif Rp 30.000.000
Kredit : Mesin Rp 14.000.000
Kredit : Surplus revaluasi Rp 16.000.000
Melanjutkan contoh di atas,
hitunglah penyusutan tahun 2011, dan
buatlah jurnal pada akhir tahun 2011 untuk mencatat penyusutan.
Jawab
Penyusutan 2011 dari nilai baru = 36 juta/4 = 9 juta
Penyusutan 2011 dari nilai lama =20 juta/4 = 5 juta
Selisih penyusutan = 4 juta
31 Des
Debit : beban penyusutan mesin 9.000.000
Kredit : akumulasi penyusutan mesin 9.000.000
31 Des
Debit : surplus revaluasi 4.000.000
Kredit : laba ditahan 4.000.000
(mencatat selisih penyusutan baru – lama)
Jurnal yang terakhir di atas mungkin dilakukan, tidak ada petunjuk yang mewajibkan. Jika jurnal tersebut dibuat, maka saldo surplus revaluasi pada akhir tahun umur manfaat aset tetap terkait menjadi nol. Opsi lain yang dapat dilakukan adalah tidak menjurnal setiap tahun, tetapi pada akhir umur manfaat dibuat jurnal sebagai berikut :
31 Des
Debit : surplus revaluasi 16.000.000
Kredit : laba ditahan 16.000.000
(Jurnal seperti ini tidak diwajibkan).
Contoh lain kenaikan nilai dalam Pencatatan Jurnal Revaluasi
Perusahaan Maju Jaya membeli sebuah mesin pada tanggal 1 Januari 2018 dengan harga perolehan Rp 200.000.000. Perusahaan Maju Jaya menggunakan metode depresiasi garis lurus dan tidak ada nilai sisa. Umur ekonomis mesin tersebut terhitung 20 tahun.
Maka terhitung depresiasi per tahunnya Rp10.000.000 (R 200.000.000/20).
Pada tanggal 1 Januari 2020, mesin tersebut direncanakan akan direvaluasi.
Sebagai informasi, nilai buku mesin tersebut di tanggal 1 Januari 2020 adalah Rp180.000.000 (Rp200.000.000 (harga perolehan) – Rp20.000.000 (depresiasi akumulasian)).
Perusahaan Maju Jaya kemudian menyewa jasa appraisal untuk menilai nilai wajar mesin tersebut di tanggal yang sama. Setelah direvaluasi, ternyata nilai mesin tersebut di tanggal 1 Januari 2020 adalah Rp190.000.000.
Ada perbedaan Rp10.000.000 antara nilai buku dengan nilai hasil revaluasi. Maka pencatatan jurnal kenaikan nilai mesin akibat revaluasi tersebut adalah:
Debit : Mesin 10.000.000
Kredit : Revaluation Surplus 10.000.000
Dengan sisa umur ekonomis masih 18 tahun, maka di tahun 2020 nilai depresiasinya adalah: Rp190.000.000/18 tahun = Rp10.555.555.
PENURUNAN NILAI DALAM MODEL REVALUASI
Penurunan nilai setelah diakuinya kenaikan nilai diperlakukan sebagai pengurangan surplus revaluasi yang telah terbentuk. Penurunan berikutnya diakui sebagai beban.
Contoh penurunan nilai setelah diakuinya kenaikan nilai
Saldo mesin PT Jambia, Tbk. per 31-12-2012 Rp 36 juta; penyusutan kumulatif Rp 9 juta. Nilai buku Rp 27 juta. Kenaikan nilai setahun silam Rp 16 juta, tampak di surplus revaluasi (kredit) yang tidak ditransfer ke laba ditahan. Nilai wajar / pasar aset tetap sekarang Rp 8 juta intinya turun Rp 19 juta. Hitunglah penurunan nilai dan buatlah jurnal revaluasi. Demi kepraktisan, abaikanlah pajak tangguhan.
Jawab :
Nilai wajar 8.000.000
Jumlah tercatat (36.000.000-9.000.000) (27.000.000)
Penurunan nilai 19.000.000
Diakui sebagai pengurangan surplus revaluasi (16.000.000)
Beban (rugi) penurunan nilai diakui dalam L/R 3.000.000
Jurnal 31 Des :
Debit : Akumulasi penyusutan mesin 9.000.000
Debit : Surplus Revaluasi 16.000.000
Debit : Rugi penurunan nilai mesin 3.000.000
Kredit : Mesin 28.000.000
MODEL BIAYA
Biaya perolehan minus penyusutan dan rugi penurunan nilai kumulatif. Model biaya hanya mengizinkan penurunan nilai tetapi tidak kenaikan nilai.
Penurunan nilai dicatat dengan jurnal sebagai berikut.
Rugi penurunan nilai xxx
Penurunan nilai kumulatif xxx
Rugi penurunan nilai dilaporkan dalam profit or loss.
Ketika mengakui penurunan nilai, tidak perlu melibatkan aset/kewajiban pajak tangguhan.
Aset/kewajiban pajak tangguhan diperhitungkan dalam perhitungan profit or loss.
Contoh Penurunan nilai dalam model biaya :
Saldo mesin PT Jambia, Tbk. per 31-12-2012 Rp 36.000.000 ; penyusutan kumulatif Rp 19.000.000 Nilai wajar aset tetap 12.000.000. Hitunglah penurunan nilai dan buatlah jurnal revaluasi.
Biaya perolehan mula-mula 36.000.000
(-) penyusutan kumulatif (19.000.000)
Jumlah tercatat 17.000.000
(-) Nilai wajar (12.000.000)
Penurunan nilai 5.000.000
Jurnal:
Debit : Penyusutan mesin kumulatif 19.000.000
Debit : Kerugian penurunan nilai 5.000.000
Kredit : Mesin 24.000.000
PEMBALIKAN PENURUNAN NILAI DALAM MODEL BIAYA
Pembalikan penurunan nilai diakui sebagai penghasilan sampai sebesar penurunan nilai yang pernah terjadi. Kelebihan setelah itu tidak boleh diakui baik sebagai penghasilan maupun sebagai surplus revaluasi.
Contoh : Penurunan nilai dalam model biaya
Saldo mesin PT Jambia, Tbk. per 31-12-2012 Rp12 juta; penyusutan kumulatif Rp4 juta. Tahun lalu terdapat penurunan nilai Rp5 juta. Nilai wajar sekarang Rp14 juta. Hitunglah pembalikan penurunan nilai dan buatlah jurnal revaluasi.
Biaya perolehan mula-mula 12.000.000
(-) Penyusutan kumulatif (4.000.000)
Jumlah tercatat 8.000.000
Nilai wajar (14.000.000)
Kenaikan nilai 6.000.000
Pembalikan maksimum (5.000.000)
Sisanya tidak diakui di manapun 1.000.000
Jurnal :
Debit : Penyusutan mesin kumulatif 4.000.000
Debit : Mesin 1.000.000
Kredit : Keuntungan pembalikan PN 5.000.000